Aku melihat celengan ayamku yang berwarna merah muda pemberian mama.
Sepertinya uang yang ada di dalamnya sudah banyak. Saat aku mengangkat celengan
plastik itu, rasanya sudah berat.
Aku senang sekali. Hampir setiap hari sejak dua bulan lalu aku
menyisakan uang jajanku untuk aku masukkan ke celengan ini.
Aku berharap semua uang-uangku bisa aku gunakan untuk membeli tas ransel
baru. Pasti mama dan papa bangga karena anaknya yang cantik ini bisa membeli
tas ransel dengan uang tabungannya sendiri.
Jam sudah menunjukkan angka tujuh. Aku berpamitan pada mama dan papa.
Sekolahku tidak begitu jauh, untuk pergi kesana cukup dengan berjalan kaki
saja.
Kira-kira baru beberapa menit aku berjalan, aku bertemu Lisa teman
sekelasku.
“Hai, Lisa! Kenapa kamu tidak berangkat ke sekolah?” tanyaku pada Lisa.
“Hai, Ruri! Hari ini aku terpaksa bolos sekolah karena semalam genting
rumahku bocor dan rumahku banjir. Semua buku dan alat-alat sekolahku basah dan
kotor. Tas ranselku satu-satunya juga hilang. Sekarang aku tidak bisa
bersekolah lagi karena tidak punya tas.” Jawab Lisa sambil menangis.
“Ohh begitu rupanya. Kasihan sekali. Kalau begitu, aku berangkat sekolah
dulu, ya!” Aku pun melanjutkan perjalananku menuju sekolah.
Di sekolah, aku masih memikirkan tas ransel seperti apa yang akan aku
beli dengan uang tabunganku. Tapi tiba-tiba aku teringat Lisa. Dia sama sekali
tidak bisa bersekolah karena buku dan alat-alat sekolahnya basah. Sedangkan
sekarang aku malah bingung memikirkan tas ransel seperti apa yang ingin aku
beli.
Padahal tas ransel yang aku pakai setiap hari ke sekolah masih bagus dan
belum rusak sama sekali. Aku jadi merasa kasihan pada Lisa.
Sepulang sekolah, aku memutuskan untuk mengambil semua uang tabungan
yang ada di celengan ayamku. Lalu aku mengajak mama untuk pergi ke pasar.
“Mama, Ruri ingin beli tas ransel di pasar. Mama bisa antar Rurik ke
pasar?” tanyaku pada mama.
Mama pun setuju dan kami berdua bergi ke pasar naik motor.
Sesampainya di pasar, aku membeli tas ransel dan buku tulis bergambar
Barbie. Tak lupa aku membeli tempat pensil dan isinya.
“Ruri, peralatan sekolahmu, kan, masih banyak dan masih bisa digunakan.
Kenapa kamu membeli peralatan sekolah banyak sekali?” Tanya mama heran.
“Semua ini bukan untuk Ruri, Ma. Tapi untuk Lisa. Semua buku dan
alat-alat sekolahnya basah karena rumahnya banjir.” Jawabku sambil tersenyum.
Mama pun ikut tersenyum padaku. Sepulang dari pasar, aku langsung pergi
ke rumah Lisa untuk memberikan semua yang aku beli di pasar tadi. Lisa terlihat
sangat senang sekali saat menerima pemberianku. Aku juga merasa senang bisa
menolong Lisa.
Kini Lisa bisa berangkat sekolah lagi bersamaku. Lisa sekarang juga
tidak perlu khawatir lagi dengan peralatan sekolahnya, karena dia telah
mendapatkan peralatan sekolah baru.
Ternyata menolong Lisa justru lebih menyenangkan daripada membeli tas
ransel baru yang aku impikan. Aku sama sekali tidak kecewa ataupun sedih karena
uang tabunganku tidak jadi aku belikan tas ransel. Justru aku sangat bahagia
karena telah menolong orang lain yang jauh lebih membutuhkan daripada aku.
Mama bilang, semua yang aku lakukan ini disebut dengan sedekah. Jadi,
inilah sedekah pertamaku pada Lisa.
0 komentar:
Posting Komentar