PYAR!!! Lagi-lagi Hana memecahkan gelas yang ada di meja makan. Hana dan
kucing peliharaannya yang benama Miu saat itu sedang bermain di dalam rumah.
Dia berlari mengejar Miu dan tak sengaja menyenggol meja makan. Gelas yang saat
itu berada di atas meja makan pun jatuh dan pecah. Untungnya pecahan-pecahan
gelas itu tidak melukai Hana maupun Miu. Ibu sangat terkejut sewaktu mendengar
suara gelas yang pecah. Ibu sudah tahu bahwa Hana yang memecahkan gelas itu,
meskipun Hana berbohong pada ibu.
“Miu nakal, Bu. Tadi Miu berlari dan menjatuhkan gelas yang ada di atas
meja.”
Begitu kata Hana saat ibu menanyakan siapa yang menjatuhkan gelas.
Ibu hanya tersenyum mendengar jawaban Hana. Sudah sering sekali Hana
bermain dengan Miu di dalam rumah. Sudah sering juga anak perempuan berambut
keriting itu memecahkan perabotan rumah tangga milik ibunya. Namun Hana selalu
menyalahkan Miu si kucing peliharaannya. Hana sama sekali tidak pernah mau
mengakui kesalahan-kesalahan yang telah dia lakukan. Sering sekali Hana
menyalahkan Miu saat dia memecahkan sesuatu. Sang ibu tetap saja sabar
menghadapi Hana. Dia ingin agar putri kecilnya mengakui kesalahannya sendiri
dan tidak melemparkan kesalahannya pada Miu.
Suatu hari, Hana dan Miu bermain-main di ruang tamu saat ibunya pergi
berbelanja sayur-mayur ke pasar,. Tiba-tiba tidak sengaja Hana menendang guci
merah kesayangan ibu. Hana takut sekali bila ibunya mengetahui hal itu.
Cepat-cepat dia membersihkan pecahan-pecahan guci yang berserakan di lantai. Ketika
ibunya pulang dari pasar, Hana tidak mengatakan apapun yang telah terjadi di
ruang tamu rumahnya. Tapi tanpa Hana memberi tahu, ibunya sudah mengerti bahwa
Hana telah melakukan sebuah kesalahan besar yang membuatnya terus berdiam diri
dalam kamar.
“Hana, kenapa kamu nggak main bareng Miu?” Tanya ibu saat ibu memasuki
kamar Hana. Hana hanya menggeleng.
“Kenapa? Apa yang terjadi?” ibu penasaran pada sikap Hana. Hana
sebenarnya ingin sekali mengatakan yang sejujurnya, tapi dia terlalu takut bila
ibu marah dan membencinya.
“Ibu..” kata Hana pelan.
“Iya?” sang ibu menjawab dengan penuh senyuman sabar.
“Kalau Hana melakukan sesuatu pada barang-barang kesayangan ibu, apakah
ibu akan marah dan membenci Hana?” Tanya Hana pada ibunya.
“Kalau Hana mengatakannya dengan jujur dan meminta maaf pada ibu, ibu
pasti memaafkan Hana.”
Hana pun bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di samping ibunya.
“Ibu, guci kesayangan ibu yang berwarna merah itu jatuh dan pecah..”
Hana menundukkan kepalanya. Lagi-lagi ibu hanya tersenyum.
“Yang melakukannya….” Hana tidak melanjutkan kata-katanya. Dia ragu.
“Hana yang melakukannya, Bu. Semua piring dan gelas yang pecah sejak
kemarin-kemarin itu Hana yang memecahkannya. Bukan Miu. Maafkan Hana, Bu.” Jawab
Hana sambil menangis. Akhirnya gadis kecil itu mengakui semua yang telah dia
lakukan. Tapi anehnya, sang ibu sama sekali tidak marah. Dia justru
mengelus-elus rambut Hana dan tersenyum pada anak satu-satunya itu.
“Ibu sama sekali tidak marah, Sayang. Ibu sebenarnya sudah tahu semua
yang telah kamu lakukan, tapi ibu hanya berpura-pura tidak tahu. Ibu hanya
ingin anak ibu berkata jujur, karena kejujuran adalah kunci dari segalanya.
Janganlah kamu menyembunyikan semua kesalahan-kesalahan yang telah kamu
perbuat. Karena jika kamu berbohong sekali saja, maka akan timbul lagi
kebohongan lain dari mulutmu.” Jelas ibu Hana.
“Maafkan Hana, Bu. Hana hanya ingin menjadi anak yang baik, yang tidak
pernah berbuat kesalahan pada ibunya. Hiks.. Hiks..”
“Anak yang baik bukanlah anak yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Anak yang baik justru anak yang mau mengakui kesalahannya.” Ibu pun mengusap
air mata Hana. Gadis kecil itu mulai sekarang berjanji bahwa dia tidak akan
pernah berbohong pada ibunya, akan menuruti segala yang diperintahkan ibunya,
dan tidak akan menjatuhkan atau memecahkan barang-barang apapun yang ada di
rumah. Sang ibu memeluk Hana dengan erat.
0 komentar:
Posting Komentar