:D

:D

hai :D

hai :D

Selasa, 18 Februari 2014

Empat Sahabat dan Kakek Tua Si Penggembala Kerbau


Siang itu matahari bersinar cerah menyinari Desa Muktijaya. Liburan kali ini memang sangat panjang. Sayang bila tidak digunakan untuk bermain.main. seperti keempat sahabat ini. Wawan, Ardi, Johan dan Galih bersiap-siap memancing ikan di sungai dekat gubuk si kakek tua.

Setibanya di sungai, Ardi dan Johan langsung berenang bersama ikan-ikan kecil. Sedangkan Galih hanya duduk di pinggir sungai sambil mengawasi pancingannya. Semuanya sangat bergembira menikmati hari liburnya di sungai, kecuali Wawan.
Wawan justru memandangi kakek tua yang hidup sebatang kara di gubuk dekat sungai. Kakek itu sedang memberi makan kerbau satu-satunya dengan rumput liar. Dengan berjalan terbungkuk-bungkuk, si kakek tua mengajak kerbau miliknya pergi ke sungai untuk dimandikan.

Saat di sungai, si kakek dan kerbau miliknya justru diolok-olok oleh teman-teman Wawan.

“Hoi, teman-teman! Lihat itu, disana ada kakek tua yang memandikan kerbaunya. Hahaha..” Ardi berteriak kencang.

“Hahaha… Dasar kakek tua, jelek, keriput!” Galih mengejek dengan suara keras.

Wawan yang saat itu berdiri di balik semak-semak hanya bisa memandang iba pada si kakek tua. Teman-temannya justru malah melempari si kakek tua dengan ranting-ranting kecil dan dedaunan yang ada di sekitar sungai.

Tidak lama kemudian si kakek tua kembali ke gubuk setelah memandikan kerbau jantan berkulit hitam miliknya. Wawan pun perlahan mendekati sang kakek dan ikut duduk di sampingnya.

“Kakek sudah lama tinggal disini?” Tanya Wawan.

“Kakek sudah bertahun-tahun hidup disini sendirian. Tidak punya anak dan cucu. 

Isteri kakek sudah meninggal bertahun-tahun lalu. Hanya Pardi yang setia menemani kakek.” Jawab si kakek tua.

Ternyata kerbau jantan berkulit hitam milik kakek tua itu bernama Pardi. Pardi terlihat sangat kurus, sama seperti kakek. Wawan benar-benar kasihan melihat kakek yang hidup sebatang kara di gubuk yang hampir rubuh itu.

Saat Wawan dan si kakek tua sedang asyik bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar suara jeritan meminta tolong. Wawan mengenali suara itu. Itu suara Ardi. Kakek dan Wawan pun segera berdiri dan menghampiri mereka.

Ternyata Galih terpeleset dan lututnya berdarah. Ardi dan Johan sama sekali tidak tahu bagaimana menolong Galih. Si kakek tua pun mengambil beberapa helai daun dan diremas-remas dengan tangannya. Daun-daun itu ditempelkannya di lutut Galih. Darah di lutut Galih seketika terhenti dan dia tidak lagi merasa sakit. 

Ardi dan Johan sangat berterimakasih kepada si kakek tua.

“Kalian jangan suka mengejek orang tua lagi, ya. Alangkah baiknya bila kita selalu menghargai dan menghormati orang yang lebih tua dari kita.” Pesan Wawan pada ketiga temannya yang bandel itu.

Ketiganya pun meminta maaf karena telah mengejek si kakek tua penggembala kerbau. Galih juga sangat berterimakasih karena kakek telah mengobati luka di lututnya. Kakek pun menerima maaf ketiga teman-teman Wawan. Mereka berjanji tidak akan mengejek kakek tua si penggembala kerbau itu lagi.

Kini, setiap keempat sahabat itu selesai menangkap ikan di sungai, mereka selalu mampir ke gubuk kakek tua. Ardi sering membantu kakek memandikan kerbaunya di sungai. Galih juga sering memberikan sebagian dari hasil memancingnya pada kakek. Sedangkan Johan dan Wawan sering sekali mencarikan rumput untuk si Pardi. Kakek merasa sangat terbantu dengan adanya keempat sahabat itu.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com