Siang itu matahari bersinar cerah menyinari Desa Muktijaya. Liburan kali
ini memang sangat panjang. Sayang bila tidak digunakan untuk bermain.main.
seperti keempat sahabat ini. Wawan, Ardi, Johan dan Galih bersiap-siap
memancing ikan di sungai dekat gubuk si kakek tua.
Setibanya di sungai, Ardi dan Johan langsung berenang bersama ikan-ikan
kecil. Sedangkan Galih hanya duduk di pinggir sungai sambil mengawasi
pancingannya. Semuanya sangat bergembira menikmati hari liburnya di sungai, kecuali
Wawan.
Wawan justru memandangi kakek tua yang hidup sebatang kara di gubuk
dekat sungai. Kakek itu sedang memberi makan kerbau satu-satunya dengan rumput
liar. Dengan berjalan terbungkuk-bungkuk, si kakek tua mengajak kerbau miliknya
pergi ke sungai untuk dimandikan.
Saat di sungai, si kakek dan kerbau miliknya justru diolok-olok oleh
teman-teman Wawan.
“Hoi, teman-teman! Lihat itu, disana ada kakek tua yang memandikan
kerbaunya. Hahaha..” Ardi berteriak kencang.
“Hahaha… Dasar kakek tua, jelek, keriput!” Galih mengejek dengan suara
keras.
Wawan yang saat itu berdiri di balik semak-semak hanya bisa memandang
iba pada si kakek tua. Teman-temannya justru malah melempari si kakek tua dengan
ranting-ranting kecil dan dedaunan yang ada di sekitar sungai.
Tidak lama kemudian si kakek tua kembali ke gubuk setelah memandikan
kerbau jantan berkulit hitam miliknya. Wawan pun perlahan mendekati sang kakek
dan ikut duduk di sampingnya.
“Kakek sudah lama tinggal disini?” Tanya Wawan.
“Kakek sudah bertahun-tahun hidup disini sendirian. Tidak punya anak dan
cucu.
Isteri kakek sudah meninggal bertahun-tahun lalu. Hanya Pardi yang setia
menemani kakek.” Jawab si kakek tua.
Ternyata kerbau jantan berkulit hitam milik kakek tua itu bernama Pardi.
Pardi terlihat sangat kurus, sama seperti kakek. Wawan benar-benar kasihan
melihat kakek yang hidup sebatang kara di gubuk yang hampir rubuh itu.
Saat Wawan dan si kakek tua sedang asyik bercakap-cakap, tiba-tiba
terdengar suara jeritan meminta tolong. Wawan mengenali suara itu. Itu suara
Ardi. Kakek dan Wawan pun segera berdiri dan menghampiri mereka.
Ternyata Galih terpeleset dan lututnya berdarah. Ardi dan Johan sama
sekali tidak tahu bagaimana menolong Galih. Si kakek tua pun mengambil beberapa
helai daun dan diremas-remas dengan tangannya. Daun-daun itu ditempelkannya di
lutut Galih. Darah di lutut Galih seketika terhenti dan dia tidak lagi merasa
sakit.
Ardi dan Johan sangat berterimakasih kepada si kakek tua.
“Kalian jangan suka mengejek orang tua lagi, ya. Alangkah baiknya bila
kita selalu menghargai dan menghormati orang yang lebih tua dari kita.” Pesan
Wawan pada ketiga temannya yang bandel itu.
Ketiganya pun meminta maaf karena telah mengejek si kakek tua
penggembala kerbau. Galih juga sangat berterimakasih karena kakek telah
mengobati luka di lututnya. Kakek pun menerima maaf ketiga teman-teman Wawan.
Mereka berjanji tidak akan mengejek kakek tua si penggembala kerbau itu lagi.
Kini, setiap keempat sahabat itu selesai menangkap ikan di sungai, mereka
selalu mampir ke gubuk kakek tua. Ardi sering membantu kakek memandikan
kerbaunya di sungai. Galih juga sering memberikan sebagian dari hasil
memancingnya pada kakek. Sedangkan Johan dan Wawan sering sekali mencarikan
rumput untuk si Pardi. Kakek merasa sangat terbantu dengan adanya keempat
sahabat itu.
0 komentar:
Posting Komentar