:D

:D

hai :D

hai :D

Jumat, 03 Mei 2013

Jika...

TAKE YOUR SAFETY BELT !!!!

Tanda itu menyala-nyala merah menjerit melejit hingga telinga ini jengah dengan kebisingannya. Orang-orang disekitarku mulai panik. Katup oksigen pembantu nafas kami mulai dilepaskan dari langit-langit.

Mereka berkata semua ini akan baik-baik saja sayangku. Kita hanya perlu berdoa agar kita masih diberi kesempatan tuk menikmati indahnya matahari terbit di pantai Kuta.

Aku memelukmu, masih disini menjagamu.

Perempuan yang saat landing tadi menjelaskan bagaimana cara menggunakan katup oksigen itu datang sembari menenangkan orang-orang disekitarku.

Entahlah kutukan apa yang datng menimpa kami saat ini. Tuhan, ini hari bahagiaku. Dan akan lebih lengkap lagi bila tidak terjadi hal seperti ini hingga kami sampai di tempat tujuan.

Kau menangis dan berkata bahwa kau sangat mencintaiku.

Aku memelukmu..

“Maaf, aku tidak sanggup untuk melanjutkannya.”

“Apa maksudmu? Hanya tinggal seminggu, sayang. Kau tidak berniat untuk-“

“..maaf, aku terlambat. Aku hanya tidak ingin melakukannya dengan terpaksa.”

“Baik kalau itu maumu. Baik kalau menurutmu kau lebih bahagia bila bersamanya...”

Aku kira semuanya akan baik-baik saja..

Julia maafkan aku, mungkin ini balasan dari Tuhan karena aku mengecewakanmu.

Aku terus memeluk Anna sembari meyakinkan dia bahwa kita akan baik-baik saja.

Seorang lelaki paruh baya yang duduk disebelahku mulai sesak nafas. Tangannya bingung meraih katup oksigen yang sebenarnya hanya terletak tak jauh dari
atas kepalanya. Aku membantunya memakaikan katup itu. Agak sedikit tenang sekarang.

Aku yakin sekarang dia lebih baikan sekarang. Badannya yang gemuk sudah tidak bergerak-gerak mengganggu duduk kami.

Menit selanjutnya kulihat lagi dia sama sekali tidak bergerak. Aku bertanya pada seluruh penumpang apakah ada yang berprofesi sebagai seorang dokter disini. Namun sayang tidak ada jawaban sama sekali.

Kupanggil perempuan yang tadi mengajarkan kami cara memakai katup oksigen itu. Wajahnya tampak sayu ketika dia melihat lelaki itu. Dia melepas kembali katup oksigen yang melekat pada diri lelaki itu sembari berdoa layaknya seorang Paus yang mendoakan para jemaat saat natal. “Serangan jantung..” katanya.

Aku tercengang.

Orang-orang mulai menjerit ketakutan, panik dan menangis berserah diri pada Yang Maha Kuasa. Laju burung besi ini semakin cepat. Menukik tajam tak tentu arah. Perempuan tadi sebenarnya juga sangat takut, tetapi dia berusaha menenangkan semua penumpang.

“Nanti kalau kita bulan madu, aku ingin naik pesawat, sayang. Menikmati dunia layaknya kita memandang atlas.”

Sebenarnya bukan kamu satu-satunya wanita yang berkata seperti itu padaku.

“Iya..” jawabku datar.

Aku selalu teringat Julia. Entah dengan siapa sekarang dia melanjutkan resepsi pernikahan itu. Aku bahkan tidak hadir dalam upacaranya. Tidak pula mengucapkan selamat menempuh hidup baru padanya. Dan aku juga tahu kalau dia sungguh tidak mengharapkan kata-kata itu keluar dari mulutku untuknya.

Aku memaklumi itu.

Aku hanya memilih jalanku.

Kau berkata bahwa semuanya akan berakhir, dan lagi-lagi kau berbicara tentang cinta.

Kuyakinkan padamu bahwa semuanya tidak akan berakhir sampai disini.

Kita saling memejamkan mata. Saat itu kutahu semuanya berhenti. Bukan dengan mulus. Aku merasa termpar jauh seperti saat aku tidak sengaja mengiris daging asap yang kau sajikan kemarin pagi dengan pisau dan garpu – entahlah itu karena pisaunya yang kurang tajam atau masakanmu yang kurang empuk – daging itu terlempar jauh. Jatuh hingga ke bawah meja.

Kuyakinkan padamu bahwa Anna hanyalah sekadar teman kerja biasa. Dan kau mempercayainya. Kau sama sekali tidak tahu bahwa telah benyak hal yang kulakukan bersamanya. tapi aku lebih memilih diam.

Setelah kubuka mataku, aku merasakan perih disana-sini. Entah apa yang terjadi, aku kembali memejamkan mataku..

***

“... terimakasih kau masih mau menjengukku.” sapaku dengan suara serak.

Kau datang dengan senyum manis sama seperti saat kita pertama kali bertemu sebagai karyawan baru. Perlahan kau duduk disampingku sembari meletakkan keranjang yang berisi berbagai macam buah.

“Aku turut berduka, Sam”

“Tidak apa, mungkin memang sudah saatnya..” jawabku lirih.

Keheningan tercipta diantara kami.

Kau duduk disampingku dan aku hanya memperhatikanmu. Menikmati wajah yang sudah bukan milikku lagi. Dan kau hanya memandang langit di luar jendela. Langit lepas..

Entahlah apa yang kau pikirkan sekarang, aku tidak bisa menebaknya.

Seseorang mengetuk pintu dan aku mempersilakannya masuk.

“..ohh, kalau saja aku tahu disini ada toilet pribadi, aku tidak akan susah payah mengantre di toilet umum. Fiuh..”

Dia menepuk pundakku dan menyapaku seperti seakan-akan aku ini sahabat baiknya.

“Bagaimana kabarmu, sob?”

“Seperti yang kau lihat sekarang.. aku..”

“Maaf, bukan maksudku mengingatkanmu padanya. Aku turut berduka..”

Hanya senyum kecut yang tersungging di wajahku.

“Ohh, maaf, Sam. Aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku harus menghadiri rapat lagi. Luna bisa menceramahiku bila aku terlambat datang.”

“Tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu berlama-lama mendengar omelan-omelan si manajer tua itu. Silakan..” kataku padanya.

“...oh, kau juga. Kau tidak boleh membiarkannya pergi mengendarai mobilnya sendirian. Akan sangat menyakitkan bila terjadi suatu hal yang tidak kau inginkan.”

“Tentu saja, kawan. Aku yakin kau juga tidak akan lama terpuruk oleh kejadian ini. Cepat sembuh!” jawabnya.

Kau pergi meninggalkanku sendirian lagi di kamar ini. Ya, tentu saja kau pergi dengan dia. Orang yang telah kau percayai untuk menjaga hatimu.

Aku kembali menatap langit kosong di luar jendela sambil berusaha untuk tidak meneteskan air mata.

Jika saja Julia adalah wanita yang aku cintai..

Jika saja Anna tidak pergi jauh..

Jika saja..


:: Dian Fitria Sari - o2.o1.2o13 ::





0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com